TABIB ORANG SAKIT
Pengantar
Dalam
suatu perkumpulan anak-anak cacat yang dihadiri sebagian besar adalah orang tua
dan guru anak-anak cacat mental, sebuah kisah bertutur tentang dunia pendidikan
di Michigan di mana sampai kelas enam diintegrasikan antara anak-anak cacat
mental dengan anak-anak normal. Suatu ketika tatkala waktu istirahat, seorang
murid berbicara kepada temannya, “Ayo, Theresa, ayo kita pergi. Biarkan
Elizabeth, dia cacat.”
Mereka
berdua pun pergi, dan Elizabeth, yang cacat mental namun tidak tuli, dengan
perlahan berjalan ke depan dan berkata kepada gurunya, “Bu guru, apakah saya
cacat?”
Dan
guru itu tersenyum dengan ramah dan memegang tangan Elizabeth sambil berkata, “Benar,
Elizabeth, kamu cacat.” Guru itu berhenti sejenak dan meneruskan, “Tapi,
Elizabeth, saya pun cacat dan setiap orang juga cacat, karena tidak seorang pun
yang sempurna. Meski demikian, Elizabeth, tak ada seorang pun yang cacatnya
seperti orang yang sebenarnya bisa mengerti tapi tidak mau mengerti.” - Art
Fetting
Bagaimana sikap kita terhadap orang yang cacat fisik?
Bisakah kita mengerti tentang kecacatan diri bukan hanya melihat orang lain?
Perenungan
Kata
tabib (Bhs.Ibr.rafa atau Yun.iatros) mengandung pengertian yang
hampir sama dengan “dokter” pada masa kini yang berfungsi menyembuhkan (Kel
15:26) dengan mengobati (Mrk 5:26) penyakit-penyakit tertentu (Luk 8:43). Dalam
sebuah pepatah, Yesus berkata kepada orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat
yang bersunggut-sunggut ketika Yesus makan dan minum bersama-sama dengan
pemungut cukai dan orang-orang berdosa: “Bukan orang sehat yang memerlukan
tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi
orang berdosa, supaya mereka bertobat” (Luk 5:31). Apa arti perkataan ini?
Tahukah kita bahwa kita adalah orang yang sakit? Bukankah amat disayangkan bila
kita tidak menyadari penyakit kita?
Orang-orang
Farisi dan ahli-ahli Taurat menganggap dirinya benar, sehat dan tidak cacat.
Mereka bukan hanya memandang dirinya, tetapi menganggap orang lain berpenyakit,
cacat dan berdosa. Penilaian diri yang keliru akan berdampak fatal bagi diri
sendiri maupun orang lain. Lewi si pemungut cukai melihat dirinya sebagai orang
berpenyakit yang membutuhkan tabib. Ia “berdiri dan meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Dia” (Luk 5:28).
Datang pada Tabib yang Agung berarti penyakit telah tertangani dan kini
meninggalkan dirinya sebagai orang tahir.
Kisah yang sama juga dialami oleh
seorang yang buta sejak lahir (Yoh 9). Meskipun setelah kesembuhannya baru
mengenal Tabib yang Agung dan siapa dirinya (ay 35-38), namun tidak ada kata
terlambat dalam mengikut Yesus. Hanya orang-orang yang tidak menyadari
keberadaan dirinya, lalu menyangkali Tuhan Penyembuh (Ibr. Jehovah Rapha) yang datang untuk
menolong orang-orang yang sakit. “Sekiranya kamu buta, kamu tidak berdosa,
tetapi karena kamu berkata: Kami melihat, maka tetaplah dosamu” (ay 41). Perkataan
yang serupa seperti di atas, kembali terucap dari mulut Yesus bagi orang-orang
Farisi.
Cerita tentang orang-orang Farisi
dan ahli-ahli Taurat bisa berlanjut pada masa kini sekalipun ditempatkan dalam
rentang waktu yang lama. Pastilah para penulis Alkitab tidak bermaksud menginginkan
kita seperti mereka. Inti dari berita yang ingin disampaikan yaitu kita
memiliki Tabib yang Agung yang mengerti segala kelemahan dan kekurangan kita.
Dia mengalami segala penyakit, penderitaan, kesesakan, penolakan, bahkan
kematian. “Orang mengira Dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah, tetapi
sesungguhnya penyakit kitalah yang ditanggung-Nya” (Yes 53:4). Maukah kita
mengakui keberadaan diri kita yang sesungguhnya? Ada ganjaran bagi mereka yang
tulus dan terbuka bagi Tabib yang Agung, bahwa oleh bilur-bilur-Nya kita
menjadi sembuh (Yes 53:5; 1 Ptr 2:24).
Penerapan
- Apa kata Alkitab berkenaan dengan pekerjaan Tabib yang Agung (Luk 7:22)? Adakah sesuatu yang tidak dapat dilakukan-Nya terhadap orang yang hidup dan orang yang mati?
- Apakah kita mau mengakui keberadaan diri kita di hadapan Tabib yang Agung apapun kelemahan, kekurangan, kesalahan dan dosa kita? Apa janji Tabib yang Agung bagi yang datang pada-Nya (Luk 7:23)?
Ayat emas:
“Aku akan mengaku kepada Tuhan pelanggaran-pelanggaranku, dan Engkau mengampuni
kesalahan karena dosaku.”
Mazmur 32:5
“Seorang yang benar-benar butalah yang tidak dapat melihat pengaruh
kejahatan yang sedemikian hebat dalam dunia. Bahkan perlu campur tangan Allah
sendiri untuk membebaskan kemanusiaan dari kutukan kejahatan, karena tanpa
campur tangan-Nya manusia akan terhilang.”
- Carl Gustav Jung