Wikipedia

Hasil penelusuran

Rabu, 24 Juli 2013

Kontemplasi Hidup



            Buku The Purpose Driven Life karya Rick Warren merupakan salah satu buku terlaris menurut New York Times dan Wall Street Journal sejak diluncurkan tahun 2002. Apakah kelebihan dari karya seorang hamba Tuhan yang dipanggil untuk melayani di Saddleback –Amerika Serikat bahkan seluruh dunia? Tujuan yang menjadikannya berbeda. Rick Warren berkata, “Tujuan hidup kita jauh lebih besar daripada prestasi pribadi, ketenangan pikiran, bahkan kebahagiaan kita. Allah rindu agar kita menemukan kehidupan yang Allah ciptakan untuk kita jalani di bumi ini dan selamanya dalam kekekalan.” Dia adalah orang yang telah menemukan tujuan ilahi bagi dirinya dan mengedepankan tujuan tersebut lebih dari segalanya. Bagaimana dengan kita?
            Dalam kehidupan kita, penemuan besar atau kecil, keberhasilan usaha maupun pelayanan diawali dengan membayangkan sebelum menjadi kenyataan. Bulan mengitari bumi bukan karena penemuan tidak sengaja, melainkan karena para ilmuwan menetapkan untuk “menaklukkan ruang angkasa” sebagai tujuan. Tujuan merupakan sasaran yang lebih dari sekadar mimpi. Ia adalah mimpi yang ditindaklanjuti, telah ditetapkan bahwa inilah yang hendak saya lakukan, tidak bercabang karena arah sudah jelas.
           Kita harus menyadari bahwa sesuatu tidak akan terjadi, langkah maju tidak diambil sampai sebuah tujuan ditentukan. Tanpa tujuan, kita akan mengembara dalam hidup, tidak pernah mengetahui akan kemana dan tidak pernah sampai di mana pun. Dengan tujuan yang jelas, kita akan memprioritaskan pencapaian tujuan untuk meraih keberhasilan. Tujuan penting bagi keberhasilan, seperti udara bagi kehidupan. Tidak seorangpun pernah mencapai sukses tanpa sebuah tujuan. Tidak ada orang yang hidup tanpa udara. Karena itu kita perlu memperjelas kemana kita ingin pergi dan bagaimana mencapainya.
            Alkitab mencatat bahwa Yesus harus (Bhs.Yun. edei) melintasi daerah Samaria (Yoh 4:4). Kata kerja edei dari kata dasar deo menunjukkan bahwa perjalanan Yesus itu penting. Meskipun orang Yahudi dapat mengelak melalui tanah Samaria karena latar belakang historis, namun Yesus memilih melalui jalan tersebut. Peristiwa kehancuran Samaria tahun 722 sM yang disertai pemindahan penduduk penduduk Yahudi ke negeri-negeri lain dimana negeri mereka sendiri dihuni orang-orang buangan dari wilayah kekaisaran Asyur zaman Sargon, memang memiliki nilai politik, sosial-budaya, dan agama. Orang-orang Yahudi yang kembali dari pembuangan Babel merasa bahwa mereka yang tinggal di Samaria bersama dengan orang-orang buangan lainnya sejak kerajaan Asyur berkuasa, tidaklah murni lagi. Percampuran budaya, sosial-ekonomi pada waktu itu, sekalipun berlatar belakang politik namun tidak bisa tidak akan mengikis keyakinan mereka akan Yahweh. Orang-orang Yahudi percaya bahwa hidup yang tidak kudus dengan tidak mentaati hukum Taurat akan mendatangkan murka Tuhan sebaliknya berkat akan diterima bila taat secara ketat.
Baik orang-orang Samaria maupun orang Yahudi yang menganggap diri benar dengan ritualitas agamawi, dinyatakan Yesus bersalah. “Saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem” (Yoh 4:21). Penyembah yang benar lahir dari batin yang diperbarui melalui perjumpaan pribadi dengan Yesus, Sang Juruselamat. Tanpa Yesus tidak seorang pun berjumpa Bapa dan dapat menyembah Dia secara benar. Yesus tahu bahwa hanya melalui diri-Nya keselamatan telah tiba dan hadir dihadapan perempuan Samaria dan mereka yang percaya (Yoh 4:23).
Yesus memiliki tujuan hidup yang jelas dan mengedepankan pencapaian tujuan. Ia harus melintasi daerah Samaria karena ia tahu bahwa tujuan hidup-Nya adalah melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikannya (Yoh 4:34). Bapa mau melalui Anak-Nya keselamatan dinyatakan pada orang-orang Samaria dan dunia pada umumnya (Yoh 4:41-42).  Segala daya dan upaya diarahkan Yesus demi melayani perempuan Samaria dan orang-orang Samaria lainnya. Ia bukan hanya melalui pemukiman mereka, tetapi mau tinggal diantara mereka selama dua hari (Yoh 4:40). Ia adalah Firman yang menjadi manusia dan diam di antara kita (Yoh 1:14). Demi penyelesaian pekerjaan Bapa ia rela tinggal di dalam dunia supaya dunia diselamatkan melalui Dia.

Pandangan Yesus yang jauh ke depan saat melihat ladang-ladang yang sudah menguning lagi matang untuk dituai (Yoh 4:35), membuat Dia bergairah untuk melayani dan memprioritaskannya disamping kebutuhan lahiriah (Yoh 4:31-34). Sebagai orang yang dipanggil untuk menjadi pengikut-Nya, seharusnya kita memiliki cara pandang yang sama dan memprioritaskan apa yang dianggap utama oleh Yesus. Mari kita menanggalkan semua yang merintangi kita demi pencapaian tujuan ilahi. Prioritas hidup kita adalah melayani Tuhan dengan memperhatikan kebutuhan sesama akan keselamatan.