Wikipedia

Hasil penelusuran

Jumat, 08 Februari 2008

Hermeneutik

Pendekatan Hermeneutika dalam Membaca dan Menelaah Alkitab

(Pdt.Tjandra Tan, M.Th.)

A. Pendahuluan

Alkitab merupakan kumpulan kitab-kitab kanonik yang diakui sebagai firman Allah oleh gereja Kristen.[1] Alkitab mencatat ucapan Allah kepada makhluk-Nya (Yoh 10:35; Rm 3:2; 2 Tim 3:16) yang pada mulanya ditulis atau diucapkan kepada generasi tertentu, dan berkat pemeliharaan-Nya ditujukan kepada setiap generasi (Kis 7:38; Rm 15:4; 1 Kor 10:11).[2] Sampai pada masa kini, Alkitab telah meliputi sekian ribuan tahun, dari pengalaman bangsa-bangsa yang kebudayaannya asing, dan dalam bahasa yang bukan bahasa kita. Demi pemahaman dan pengertian yang memadai guna ketepatan dalam menafsirkan Alkitab, perlu disiplin ilmu (hermeneutika) yang dapat menjembatani jurang kultul dan linguistik yang memisahkan kita dari dunia pada zaman Alkitab.[3]

Pentingnya pemahaman Alkitab yang tepat pasti berhubungan dengan hermeneutika yang dipakai. Penafsiran yang keliru terhadap teks dan konteks penulisan Alkitab, akan membawa kita jauh dari arti aslinya (original meaning) belum lagi relevansi praktis bagi kekinian. Sudah barang tentu bahwa kekeliruan yang sangat signifikan bisa berakibat fatal bagi diri dan orang lain.[4] Keliru karena kelalaian, kurang berdisiplin dan bertanggung jawab, merupakan sesuatu yang patut dihindari.

Memang tidak dapat disangkali bahwa Roh Kudus sanggup menerangi akal budi dan memberi pengertian tentang maksud Alkitab kepada orang sederhana sekalipun, namun sebagian besar kebenaran dalam Alkitab hanya dapat ditemui melalui penelitian yang saksama. Sering ditemukan segi-segi baru dari kebudayaan-kebudayaan pada waktu Alkitab ditulis, dengan akibat bahwa bagian-bagian Alkitab yang terkenal pun mendapat penyorotan baru. Jelas bagi kita yang mengasihi-Nya, patut menggunakan akal budi secara optimal (Mat 22:37). Tidak ada pengganti bagi kerja keras dan berdisiplin dalam memahami firman Tuhan.


B. Pendekatan Hermeneutika

Pendekatan yang tepat dan efektif tidak bisa lepas dari kualifikasi mutlak yang harus dimiliki oleh penafsir Alkitab. Karena Alkitab adalah firman dari Allah yang kudus, maka mereka yang dapat memahami kebenaran-Nya harus tunduk pada ketentuan dan wibawa Alkitab. Alkitab menuntut mereka harus telah lahir baru (1 Kor 2:14 bnd. ayat 15, 16). Pembaruan akal budi tersebut merupakan pintu gerbang bagi pemahaman kebenaran rohani. Mereka yang mau diberkati oleh firman-Nya, dituntut juga sikap hati yang tulus dan murni. Hanya orang yang lapar dan haus akan kebenaran, maka mereka akan dipuaskan (Mat 5:6). Pertolongan Roh Kudus dalam hal ini mutlak diperlukan dan penafsir itu sendiri harus rela dipimpin dan dikuasai-Nya. Bagi mereka yang telah mengenal kebenaran, tuntutan Alkitab berbicara tentang ketaatan dan pemberitaan yang harus disampaikan kepada orang lain. Kecuali memenuhi kualifikasi di atas, tidak ada alasan bagi ketidakberhasilan memahami Alkitab.

Pendekatan hermeneutika merupakan alat bantu bagi pemahaman Alkitab secara mendasar. Prinsip-prinsip utama yang harus diperhatikan dalam menafsirkan Alkitab yaitu:

  1. Menafsirkan Alkitab secara historico-grammatical method, yakni sebuah metode yang menekankan pemahaman sejarah dan tatabahasa. Penggolongan kitab-kitab, jenis dan gaya sastra, bagian-bagian teks bersifat kiasan, metafora, dan bentuk-bentuk tulisan asli lainnya yang berhubungan dengan budaya setempat pada penulisan Alkitab, harus dikenal dan didapati keasliannya. Penafsiran Alkitab tidak bisa lepas dari bentuk sastra dan konteks pada masa itu, sebelum kita menerapkannya pada masa kini.[5]
  2. Alkitab menafsirkan dirinya sendiri. Jauh sebelum lebih dalam menafsirkan bagian-bagian isi Alkitab, parameter yang tidak mungkin meleset dan salah dalam memahami isi Alkitab yaitu dengan bantuan Alkitab itu sendiri. Para tokoh reformator telah memasang rambu-rambu dalam berbicara tentang Alkitab. Alkitab dilihat sebagai sola scriptura, tota scriptura, dan prima scriptura.[6] Istilah-istilah ini boleh dikata mewakili cara Alkitab didekati yaitu dengan mengizinkan Alkitab menafsirkan Alkitab (sola scriptura), bahwa Alkitab adalah sumber utama untuk menafsirkan Alkitab (prima scriptura), dan seluruh dari Alkitab dapat digunakan dalam proses penafsiran (tota scriptura). Prinsip ini mengedepankan Alkitab bila menemui ketidakjelasan dan kurang mengerti pada bagian Alkitab, maka bagian lain yang berbicara lebih jelas merupakan acuan utama. Pengakuan tentang Allah yang mengerjakan atas semua bagian Alkitab, memungkinkan adanya kontinuitas dan kesatuan berita, penyelarasan dan keterkaitan yang saling memperlengkapi pada tiap bagian, kebenaran yang utuh dan kekal dari firman Allah.

  3. Pertolongan Roh dalam penafsiran Alkitab. Bantuan Roh Kudus merupakan syarat mutlak dalam memahami Alkitab. Pengertian yang sejati tentang isi hati Tuhan, hanya dimungkinkan oleh pertolongan Roh Kudus. “Siapa gerangan di antara manusia sendiri yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri manusia selain roh manusia sendiri yang ada di dalam dia? Demikian pulalah tidak ada orang yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri Allah selain Roh Allah” (1 Kor 2:11). Hal ini tidak membebaskan orang percaya dari kerja keras untuk menelaah isi Alkitab, begitu pula tidak berarti dapat memencilkan diri dari umat Kristen lain dalam mengerti Alkitab.
  4. Menafsirkan Alkitab secara relevan dan dinamis. Karena Alkitab bukan hanya buku sejarah masa lampau, isi dan inti berita Alkitab menyapa juga masyarakat modern. Roh Allah adalah Roh yang hidup, yang menggunakan firman Allah untuk tujuan-Nya yang mulia bagi umat Allah, yaitu kelahiran kembali dan pengudusan. Penafsiran Alkitab tidak terbatas hanya pada kejelasan arti Alkitab yang sesungguhnya, namun kekayaan rohani itu bermaksud pula memperkaya orang-orang yang percaya pada Yesus Kristus. Allah mau kehidupan rohani mereka yang mengasihi-Nya bertumbuh secara dinamis menuju pada kesempurnaan Kristus (Yoh 17:23; Flp 3:15).

C. Penutup

Allah menginginkan mereka yang percaya kepada-Nya boleh mengenal Dia melalui Alkitab, bertambah dalam pengetahuan akan Dia lewat pembacaan Alkitab, dan hidup sesuai kehendak-Nya dengan menerapkan kebenaran Alkitab. Penting bagi kita untuk membaca dan menelaah Alkitab, bukan hanya bagi diri sendiri namun demi kesaksian iman di tengah dunia. “Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu...” (1 Ptr 3:15). Satu sisi kita harus bertumbuh rohani secara pribadi, tetapi sisi yang lain juga harus menjadi berkat bagi sesama.

Karena keterkaitan antara kita dengan orang lain, terlebih dengan Tuhan yang Empunya makanan dan minuman rohani, maka kita harus berdisiplin dalam membaca dan memahami Alkitab secara tepat. Allah telah berkenan untuk ditemui, tugas kita adalah bekerja dengan giat dari pemahaman yang benar tentang Dia. Hermeneutika dapat menolong kita dalam pengenalan akan Alkitab, disamping ketergantungan mutlak pada bimbingan dan kuasa Roh Kudus. Syarat bagi penafsir yang baik, bukan hanya kerinduan kita semata namun itu adalah tuntutan Alkitab. Alkitab mau kita mendekatinya dengan prinsip-prinsip utama bagi kemuliaan Allah, Sang Penulis Alkitab.



[1] J.D. Douglas, ed., “Alkitab,” Ensiklopedi Alkitab Masa Kini (Jakarta: Bina Kasih, 2001) 1:28. Kata biblia (jamak) menunjuk pada kumpulan kitab-kitab yang seolah-olah satu kitab saja, sedangkan bahasa Yunani biblion (tunggal) mengarah pada segala jenis dokumen tertulis yang pada awalnya tertulis di atas papirus. Istilah lain yang sama artinya dengan “Alkitab” adalah ‘tulisan-tulisan’ yang sering dipakai dalam PB dan menunjuk kepada seluruh atau sebagian dokumen PL (Mat 21:42; bnd. Mrk 12:10; 2 Tim 3:15, 16). Pengakuan Alkitab terdiri dari ‘Perjanjian Lama’ (palaia diatheke) dan ‘Perjanjian Baru’ (kaine diatheke) telah melalui perjalanan sejarah yang panjang dan pada akhir abad ke-2 telah dipakai secara umum oleh orang Kristen.

[2] Bruce Milne, Mengenali Kebenaran (Jakarta: Gunung Mulia, 1993) 42. Pembentukan “Alkitab” (kanon Alkitab) berkaitan erat dengan tradisi lisan yang berwibawa, tulisan-tulisan berwibawa, kumpulan kitab-kitab yang berwibawa, sampai pada kanon baku yang diakui gereja (Lihat Pengantar PL jilid 1 karya Lasor-Hubbard dan Bush). Rentangan waktu yang panjang menyangkut proses kesimbungan terarah, sistematis, dan terkait di antara Allah dan manusia “yang dikenan-Nya.” Beberapa persoalan mengenai mereka yang dipakai Allah untuk berkata-kata, menuliskan kebenaran-Nya, mengumpulkan kesaksian dan membukukannya, dapat dilihat dalam karya Arthur W. Pink, The Devine Inspiration of the Bible.

[3] Permasalahan yang mendasar di luar pendekatan hermeneutika yang tepat yaitu setiap orang berdiri sebagai penafsir atas teks Alkitab. Mengatasi masalah tersebut bukan berarti tidak membaca Alkitab (bnd.Mzm 1:2; 119:11), namun secara serius, tekun dan berdisiplin dalam menelaah disertai pertolongan Roh Allah, akan mengurangi persoalan.

[4] Sekte-sekte lahir dari pemahaman yang keliru, misalnya penafsiran secara hurufiah yang dilakukan sekte Apallacian terhadap teks Injil Markus 16:18.

[5] Pergelutan masalah seputar metode ini terhadap “Perjanjian Lama,” dibahas oleh John W. Rogerson, Ambang Teologi (Jakarta: Gunung Mulia, 1999), sedangkan di “Perjanjian Baru” oleh Barnabas Lindars. Paul Avis yang mengumpulkan dan menyusun tulisan-tulisan tersebut, melihat persoalan ini sangat krusial bagi manusia khususnya gereja.

[6] Norman R. Gulley, “Reader-Respons Theories in Postmodern Hermeneutics: A Challenge to Evangelical Theology,” The Challenge of Postmodernism (Michigan: Baker Books, March 2000) 233.

1 komentar:

GI.Deny DS mengatakan...

saya sedang tidak mengomentari hermeunitiknya tapi mau saran untuk para alumni STAN supaya ada web. khusus untuk alumni. jika ada informasi tentang website alumni tolong kabari saya.Selamat melayani.Tuhan memberkati