Wikipedia

Hasil penelusuran

Senin, 11 Februari 2008

Teologi PB

Nilai Historis Karya Penebusan Kristus bagi Orang Kristen Masakini

(Pdt. Tjandra Tan, M.Th.)

A. Arti Penebusan

Penebusan berarti pembebasan dari sesuatu yang jahat dengan pembayaran suatu harga. Artinya lebih dari sekadar pembebasan, dimana tawanan-tawanan perang dapat dilepaskan berdasarkan pembayaran harga yang disebut uang tebusan (Yun.lutron).

Istilah lutron menyatakan ide pembebasan berdasarkan pembayaran uang tebusan. Budak-budak dapat dibebaskan dengan suatu proses pembayaran tebusan. Dalam upacara pembelian resmi oleh suatu ilah, maka untuk kebebasannya si budak harus membayar harga ke dalam perbendaharaan kuil. Kemudian ia harus mengalami upacara resmi yang khidmat, yang menyatakan bahwa ia telah dijual kepada ilah itu ‘untuk kebebasan.’ Secara teknis ia tetap budak ilah itu, dan karena itu beberapa kewajiban agamawi dapat dikenakan atasnya. Tapi sejauh bersangkutan dengan manusia, sejak itu ia merdeka atau si budak dapat membayar harga pembebasan kepada tuannya. Yang khas mengenai setiap bentuk pembebasan ialah pembayaran harga tebusan (lutron). ‘Penebusan ‘ adalah nama yang diberikan untuk prosesnya.

Ada perbedaan di kalangan orang Ibrani tentang penebusan yang dilukiskan dalam Kel 21:28-30. Bila seorang mempunyai seekor lembu yang berbahaya, ia harus mengurungnya. Apabila lembu itu lepas dan menanduk seseorang hingga mati, hukumannya yaitu lembu harus dilempari dengan batu sampai mati dan pemiliknya harus dihukum mati. Ini bukanlah perkara pembunuhan yang disengaja, karena tidak ada maksud jahat yang dipikirkan sebelumnya. Jadi ada ketetapan bahwa suatu tebusan (Ibr. Kofer) dapat ‘dikenakan atasnya.’ Ia dapat membayar dengan sejumlah uang dan dengan demikian menebus hidupnya yang seharusnya telah hilang.

Kebiasaan-kebiasaan lain menenai penebusan pada zaman kuno, melengkapi arti penebusan itu dengan hal-hal tertentu untuk menebus milik, dan lain sebagainya. Namun ketiga hal yang telah disebut diatas adalah yang paling penting. Pada ketiga-tiganya terdapat hal yang sama, yaitu gagasan tentang kebebasan yang dijamin dengan pembayaran suatu harga. Di luar Alkitab kebiasaan itu secara praktis tidak berbeda. Kadang-kadang kata itu digunakan secara metaforis, tapi itu hanya memperjelas arti kata itu. Pembayaran suatu harga untuk pembebasan adalah asasi dan khas.1

B. Penebusan yang Sempurna

Dalam teologi Paulus, fokus perhatiannya adalah pada Kristus dan secara khusus terhadap peristiwa di salib. Sebab itu ia berkata: “Aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan” (1 Kor. 2:2). Istilah salib dan disalibkan memang ada arti khusus dalam tulisan Paulus dan muncul sebanyak dua puluh kali. Namun bukan hanya penyaliban Kristus yang dibicarakan secara khusus, tetapi juga kematianNya. “Sebab apa yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan kitab suci,bahwa ia telah dikuburkan, dan bahwa dia telah dibangkitkan pada hari yang ketiga, sesuai kitab suci…” (1 Kor 15:3-4).

Kematian dan kebangkitan Kristus dalam hal pengakuan Paulus diatas dihubungkan dengan dosa manusia. Kematian sebagai kurban untuk menebus dosa sebetulnya bukan suatu hal yang baru muncul dalam Perjanjian Baru, tetapi latar-belakangnya sudah ada dalam Perjajian Lama, terutama berhubungan dengan kurban dalam Bait Allah. Melihat latar belakang dalam PL akan mengarahkan kita pada penebusan yang sempurna dimana Yesus Kristus memenuhi semua ketentuan penebusan dalam kematianNya.

Dalam tulisan Paulus kita bertemu dengan hubungan antara kematian Kristus dan Paskah. Kristus diberi nama ‘domba Paskah’ (1 Kor 5:7-8). Juga antara kurban dalam Perjanjian Lama, dan penyaliban Kristus ada hubungannya. Paulus memakai istilah ilasthrion (bagian atas dari tabut yang ada di tempat mahasuci dalam bait Allah, Rom. 3:24-25) dan prosyoran kai qusian (persembahan dan kurban. Ef. 5:2). Hal ini juga didukung oleh pentingnya darah Kristus dalam tulisan Paulus (Rom.3:25, 5:9; I Kor. 10:16, 11:27; Ef. 1:7, 2:13; Kol 1:20).

Penunjukan yang paling khas atas pemberian diri Yesus sebagai suatu kurban terdapat dalam Efesus 5:2, yang kali ini hanya muncul secara kebetulan dalam suatu nats yang bersifat praktis. Jalan pikiran Paulus dapat diungkapkan sebagai berikut: “Hiduplah dalam kasih, karena Kristus mengasihi kita, dan ungkapan terbaik dari kasih itu ialah bahwa Ia telah menyerahkan diriNya untuk kita sebagai persembahan dan kurban yang harum bagi Allah.” Sifat insidental dari keterangan ini memperlihatkan dampak yang mendalam dari ajaran Kristen atas praktek hidup kristiani. Ayat ini juga menjelaskan bahwa gagasan tentang kurban berakar dalam kasih. Tentu disitu tidak terdapat pikiran tentang kurban sebagai sarana untuk menentramkan ilah yang marah, suatu gagasan yang memang asing bagi Perjanjian Baru. Sesungguhnya pemberian diri Kristus ini dilihat sebagai persembahan yang berkenan pada Allah sebagaimana diungkapkan oleh istilah “harum”.2

Kiasan tentang kurban boleh jadi terdapat di belakang pernyataan Paulus dalam Roma 8:3, tentang Allah yang mengutus AnakNya “serupa dengan daging yang dikuasai dosa (dan) karena dosa (peri amartias).” Ungkapan bahasa Yunani ini kadang-kadang digunakan dalam LXX untuk “kurban penghapus dosa” dan sangat mungkin bahwa ini yang dimaksudkan Paulus. Pernyataan berikutnya, bahwa Allah telah menjatuhkan hukuman atas dosa di dalam daging, menunjukkan kaitan yang erat dalam pikiran Paulus antara hukuman atas dosa dan pengutusan Anak. Gagasan yang serupa terdapat dalam Galatia 1:4, dikatakan bahwa Kristus “telah menyerahkan diriNya karena dosa-dosa kita.”

Latar belakang tema “penebusan” dalam Perjanjian Lama memang cukup luas namun kita memfokuskan diri pada beberapa institusi kurban PL. Diantara kurban-kurban yang ada dalam PL, sering berhubungan dengan pengampunan walau fokus perhatian satu kurban berbeda dengan yang lain. Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan untuk menaruh tangan di atas kepala kurban pada waktu kurban itu dipotong (kurban dosa (Im.16:21) dan kurban bakaran (Im.1:4)). “Upacara peletakkan tangan juga dibutuhkan bagi kurban-kurban utama lainnya dan merupakan tindakan identifikasi dosa-dosa si pemberi persembahan dengan persembahan itu. Memang kurban dosa dan kurban bakaran merupakan dua kurban yang sering dijalankan bersama-sama, antara lain pada waktu Paskah (Bil. 28:19-24).

Dalam Perjanjian Lama, Paskah dihubungkan dengan mujizat Tuhan yang dibuat pada waktu orang Israel meninggalkan Mesir. Perjamuan paskah merupakan latar belakang bagi Perjanjian Baru dimana kita dapat memperhatikan beberapa elemen yang muncul yaitu murka Allah terhadap bangsa Mesir yang tidak mau melepaskan bangsa Israel. Hukuman yang dipersiapkan Allah ialah untuk membunuh anak sulung dalam setiap keluarga, namun bagi umatNya ada perlindungan. Bangsa Israel harus mengambil satu domba: “anak domba itu harus jantan, tidak bercela, berumur setahun” (Kel. 12:5), disembelih pada waktu senja (12:6), darahnya akan dibubuhkan pada “kedua tiang pintu” (12:7), dan juga dikatakan “satu tulangpun tidak boleh kamu patahkan” (12:48, bng. Yoh.19:36). Dengan melakukan demikian mereka akan bebas dari hukuman Allah.

Bagian lain yang mendapat perhatian waktu di gunung Sinai, ketika dibuat perjanjian terhadap bangsa Israel, setelah perjanjian itu dibaca, Musa menyiramkan darah diatas mezbah dan juga kepada bangsa Israel ( Kel. 24:6-8 ). Darah memiliki arti penting yang tidak hanya waktu pembuatan perjanjian, namun juga berkenaan dengan setiap kurban. Dalam Perjanjian Lama, darah mewakili hidup dalam satu binatang ataupun manusia. Penumpahan darah bukan berarti membebaskan kuasa kehidupan dari binatang yang dikorbankan dimana orang yang membawa kurban menjadi kuat karena ia menangkap “hidup” yang keluar dari binatang. Demikian juga anggapan bangsa lain yang mendapat keuntungan dari dewa setelah melaksanakan kurban.3

Dua pengertian di atas tidak terdapat dalam Perjanjian Lama ataupun dalam Perjanjian Baru. Kalau istilah ‘darah’ dipakai mengenai kurban, konotasinya selalu bahwa hidup dikurbankan. Darah di atas mezbah panstilah menyangkut kematian, yaitu penyerahan nyawa. Darah dan dosa merupakan kategori yang sering muncul bersama-sama, yaitu ‘penumpahan darah akan menghapuskan dosa’.

Dalam Perjanjian Lama, sikap terhadap kurban mendapat perhatian pula. Para nabi sangat kritis berkenaan hal ini, bukan untuk meniadakan kurban-kurban yang diberikan, namun bila sikap si pemuja tidak berubah maka kurban itu bisa menjadi kepura-puraan yang palsu. Allah menghendaki supaya kurban dan pengakuan dosa berjalan bersama-sama.

Tulisan nabi Yesaya memiliki arti penting dimana istilah “penebusan” (lutron) digunakan oleh Yesus berhubungan dengan Yesaya 53. Pokok pikiran yang dimunculkan dalam Yesaya 53 bahwa dosa ditebus oleh darah, dalam konteks ini bukan darah binatang tetapi darah Sang Penebus. Inti berita yang dimaksud adalah penderitaan dan kematian hamba Allah digambarkan sebagai penderitaan yang menggantikan hukuman yang tertuju kepada umat Allah.

Istilah “vikarius” yaitu Kristus tidak mati hanya untuk sekadar menjadi peristiwa dalam sejarah atau demi kepentinganNya sendiri, dapat dilihat disepanjang tulisan Paulus. Ia “mati bagi kita” (I Tes. 5:9); “Oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa” (Rm. 5:8). Ia diserahkan “bagi kita semua” (Rm. 8:32); Ia menyerahkan diriNya “untuk kita” (Ef. 5:2); Ia menjadi kutuk “karena kita” (Gal 3:13). Ungkapan-ungkapan ini mencerminkan sikap Yesus sendiri terhadap kematianNya: “Anak Manusia juga datang …untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mrk. 10:45).

Unsur substitusi sangat kental dalam kematian Yesus walau banyak penafsir kontemporer menolak mengakuinya, karena Paulus tidak menggunakan kata ganti ‘anti’ yang menyatakan aspek substansional itu dengan tepat dan jelas. Dalam I Timotius 2:6, Paulus mengatakan bahwa Kristus menyerahkan diriNya menjadi tebusan bagi banyak orang (antilutron huper panton), Paulus secara keseluruhan menggunakan kata depan huper; dan pengertian bagian Alkitab dalam Timotius diragukan karena kepenulisan Paulus terhadap surat-surat Pastoral ditolak secara meluas.

Bagaimanapun juga, argumentasi berdasarkan pemilihan Paulus dalam menggunakan kata depan tidaklah mengesampingkan unsur substansi. Dalam bahasa Yunani Helenistik, kata depan huper sering digunakan sebangai pengganti anti. Di dalam papirus huper digunakan bagi seseorang yang menulis surat menggantikan orang lain. Dalam contoh seperti itu seseorang bertindak bukan hanya untuk mewakili, melainkan bertindak demi orang lain. Di dalam bagian Alkitab seperti 2 Korintus 5:15, “Ia telah mati untuk semua orang,” dan Galatia 3:13 dimana dikatakan bahwa Kristus menjadi kutuk karena kita, konsep penggantian itu dituntut dan “hanyalah kekerasan terhadap kontekslah yang dapat menghilangkan konsep itu.4

C. Dimensi Karya Penebusan Kristus

Apolutrosis’ merupakan istilah yang digunakan Paulus seakar dengan kata lutron yang digunakan oleh Yesus. Istilah ini menunjuk pada proses mencapai kelepasan dengan cara membayar tebusan dan Paulus menggunakannya untuk mengungkapkan gagasan tebusan yang hendak dihubungkan dengan pekerjaan Kristus. Dalam Roma 3:24-26, istilah “penebusan” segera mendahului gagasan penyebutan “jalan pendamaian”: (orang) oleh anugerah telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus, (yang ) telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman dalam darahNya. Walaupun di sini ‘darah’ lebih erat dihubungkan dengan jalan pendamaian daripada penebusan, namun gagasan harga tebusan yang tercakup di dalamnya dapat dikenakan kepada karya penebusan Kristus (aspek lampau).

Bagian lain dalam Roma 8:23, kita melihat apolutrosis diterjemahkan ‘pembebasan tubuh kita’ yang diterapkan kepada masa yang akan datang. Makna penebusan itu nyaris mencakup seluruh alam semesta, karena seluruh makhluk bersama-sama dengan anak-anak Allah yang diangkat itu mengeluh sedang menantikan pembebasan. Adapun cara pembebasan/penebusan yang ditekankan Paulus tidaklah berubah. Penebusan berkaitan dengan penumpahan darah, harga yang harus dibayar, dan itu dikatakan: “Sebab di dalam Dia dan oleh darahNya kita beroleh penebusn yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karuniaNya, yang dilimpahkanNya kepada kita” (Ef. 1:7-8).

Salah satu ciri penting yang ditulis Paulus di Efesus 1:7-8 ialah penggunaan bentuk waktu sekarang yang secara harfiah artinya “kita sedang beroleh”. Ini menunjukkan bahwa hasil-hasil penebusan itu segera terwujud. Tindakan penebusan itu dilihat sebagai tindakan anugerah Allah. Tebusan disediakan oleh prakarsa ilahi. Aspek ini juga muncul dalam Roma 3:24.

Efesus 4:30 menyebut “hari penyelamatan” dimana istilah apolutrosis diterjemahkan penyelamatan di sini. Ini tentu memandang ke masa depan dan orang Yahudi mengharapkan suatu pengalaman penebusan di masa yang akan datang tersebut. Tetapi gagasan Paulus tentang pembayaran tebusan tidak terdapat dalam pikiran Yahudi pada zamannya. Lagi pula, bagi Paulus penebusan berkaitan dengan salib, maka sangat berbeda dengan gagasan Yahudi tentang penebusan. Kita mencatat juga bahwa walaupun Paulus sering menghubungkan penebusan kepada suatu peristiwa pada masa lalu (yaitu salib), itu tidak berarti bahwa penebusan semata-mata terjadi pada masa lalu. Dalam Efesus 4:30 kita diingatkan bahwa wawasan penebusan mencakup masa lalu, masa kini, dan masa depan.5

D. Nilai Penebusan Kristus bagi Orang Kristen Masa Kini

Penebusan berarti “pembebasan” (Rm 8:20), “pengampunan dosa” (Kol 1:14). Pembebasan itu menyangkut lepasnya kita dari kuasa kegelapan (Kol 1:13) dan dari murka yang akan datang (1 Tes 1:10).6 Kuasa dosa telah dipatahkan dan perhambaan kita pada dosa sudah diakhiri. Kita telah mati bagi dosa (Roma 6:2) merupakan suatu pemikiran yang diulang-ulang dengan macam-macam cara – “Manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar kita jangan menghambakan diri lagi kepada dosa” (ay. 6); “Sebab siapa yang telah mati, ia telah bebas dari dosa” (ay. 7); “Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa” (ay. 11); “Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa” (ay. 14); “Dahulu kamu memang hamba dosa” (ay. 17. 20). Ayat-ayat tersebut kata kerjanya mengacu pada situasi yang sudah lampau. “Kamu telah dimerdekakan dari dosa” (ay 18, 22). Seluruh pasal itu merupakan paparan penuh sukacita mengenai kekalahan total dari dosa yang dihasilkan oleh apolutrosis Kristus. Mereka yang telah dimerdekakan dari perbudakan dosa hendaknya bersukacita dalam Kristus.

Orang-orang kristen harus hidup dalam Roh (Rm. 8:9), karena “Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya” (Gal. 5:24). Dahulu mereka memang hidup di “dalam daging”, tetapi semuanya itu telah berlalu; mereka tidak demikian lagi (Rm. 7:5).

Kematian Kristus telah membebaskan kita dari perbudakan hukum Taurat; kita telah “mati bagi dia yang mengurung kita” dan sekarang hukum Taurat itu “tidak berdaya terhadap kita” (Rm. 7:6). Kita “telah mati bagi hukum Taurat oleh tubuh Kristus” (Rm. 7:4). Bagi orang beriman Kristus adalah “kegenapan hukum Taurat” (Rm. 10:4); mereka dibenarkan bukan karena melakukan perbuatan-perbuatan baik, melainkan berkat karya penyelamatan Kristus. Kristus datang terutama “untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat” (Gal. 4:5). Oleh karena itu mereka yang percaya harus bersyukur atas anugerahNya.

Nyanyian kemenangan Paulus dalam 1 Korintus 15 menunjukkan bahwa kematian bukan lagi penguasa kejam yang harus ditakuti. Kelemahan manusia tidak lebih mampu daripada sebelumnya untuk mengalahkan kematian, tetapi yang berlaku sekarang bukanlah kelemahan manusia. Yang berlaku adalah kuasa Allah dalam Kristus, kuasa yang kita lihat terwujud secara cemerlang ketika Kristus mengalahkan maut dan bangkit penuh kemenangan. Tidak ada kuasa lain yang menakutkan kita. “Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenanganNya atas mereka [di kayu salib]” (Kol 2:15). Jika Paulus berbicara tentang kuasa-kuasa rohani yang jahat, selalu ada pemikiran bahwa kuasa-kuasa tersebut telah ditaklukkan oleh Kristus dan kini tidak lagi menguasai kaum beriman. Perbudakan kepada roh-roh dunia sudah termasuk masa lampau (Gal. 4:3).7 Orang beriman hendaknya mengunakan kuasa Kristus dalam kehidupan sehari-hari dan taat kepada kehendakNya.



1 J.D, Dauglas. ed, Ensiklopedi Alkitab Masakini (Jakarta: Bina Kasih, 2000) 2:456-457.

2 Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru (Jakarta: Gunung Mulia, 1995) 2:86.

3 C.Brown, The New Internatonal Dictionary of New Testament Theology (Exeter: Paternoster, 1978) 3:424 – 425.

4 George E.Ladd, Teologi Perjanjian Baru (Bandung: Kalam Hidup, 1999) 2:172-174.

5 Donal Guthrie, Teologi Perjanjian Baru, 2:98-99.

6 Tom Jacobs, Paulus: Hidup, Karya, dan Teologinya (Yogyakarta: Kanisius, 2002) 210.

7 Leon Morris, Teologi Perjanjian Baru (Malang: Gandum Mas, 1996) 90-92.

Tidak ada komentar: